Search
Search
Close this search box.
New PPT Presentation
Misteri Murid di Kelas 9A

Cerpen_Nuraeni (8A)

Liburan tahun baru telah berakhir, dan kini gerbang SMP Kendari kembali dipenuhi oleh siswa-siswi berseragam putih biru. Salah satunya adalah Alina Kinanti, yang tahun ini naik ke kelas 9. Dengan perasaan senang yang membuncah, Alina melangkah menuju kelas barunya di lantai tiga. Sepanjang lorong, ia menyapa beberapa murid yang ditemuinya.

“Hai Sinta, hai Fifi, hai Ghia, selamat pagi!”
“Halo Davina, Rea, Cika, pagi, guys…”

Alina tersenyum cerah sambil membaca nametag mereka satu per satu. Sejujurnya, ia tak mengenal mereka, tapi itu tak menghalanginya untuk bersikap ramah. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang membalas sapaannya. Sebaliknya, mereka hanya meliriknya sekilas dengan ekspresi dingin, lalu berlalu begitu saja.

Alina terdiam sejenak, tetapi memilih untuk tidak ambil pusing. Ia tetap melangkah menuju kelas barunya, 9A. Sesampainya di depan pintu kelas, ia menarik napas panjang. Perasaannya campur aduk—antara senang dan sedikit gugup.

“Akhirnya kelas baru, teman-teman baru,” gumamnya dengan penuh semangat.

Saat memasuki ruangan, matanya langsung tertuju pada bangku kosong di tengah kelas. Dengan hati riang, ia segera berjalan ke sana.

“Yesss… dapat bangku tengah!” monolognya dalam hati.

Namun, tepat saat ia hendak meletakkan tasnya di meja, seorang siswi lain tiba-tiba menarik kursi itu dan langsung duduk.

“Guys, guys, guys! Aku duduk di sini ya!” seru gadis itu tanpa memedulikan Alina.

Alina melihat nametag di seragamnya—Reva Almahera.

“Tapi kan aku duluan yang mau duduk di sini,” protes Alina, mencoba bersikap tegas.

Namun, Reva mengabaikannya. Alih-alih menjawab, ia justru berbicara dengan murid lain.

“Eh, Sasya udah datang belum?” tanyanya santai, seolah keberadaan Alina tidak ada di sana.

Alina mendengus kesal, tapi akhirnya memilih mengalah. Ia menoleh ke sekeliling, mencari bangku kosong lainnya.

“Emm, maaf, di sini sudah ada yang duduk belum?” tanyanya kepada seorang siswi yang duduk di dekat bangku kosong di pojok belakang.

Siswi itu tetap menunduk di atas meja, tidak merespons.

“Kalau nggak dijawab berarti nggak ada,” pikir Alina. Dengan hati-hati, ia pun menduduki kursi itu.

Dari sudutnya, Alina mengamati teman-teman sekelasnya. Mereka tampak asyik mengobrol, tertawa, dan bercanda satu sama lain. Namun, ada satu murid yang terlihat berbeda.

Gadis yang duduk tepat di sebelahnya tampak lesu, kepalanya tertelungkup di meja, seolah tak bersemangat untuk memulai hari pertama di kelas baru. Alina mencoba membaca nametag di seragamnya, tapi posisinya sulit terlihat.

“Siapa dia? Kenapa dia terlihat berbeda dari yang lain?” pikir Alina.

Mata Alina sedikit menyipit, rasa penasaran mulai mengusiknya. Kelas ini terasa begitu aneh—terlalu dingin, terlalu asing. Dan gadis misterius di sebelahnya… mungkinkah dia menyimpan sesuatu yang tidak diketahui siapa pun?

Nyalanesia bekerja sama dengan ribuan guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia untuk bersama-sama membangun jembatan literasi agar setiap anak punya kesempatan untuk mewujudkan mimpi.

Pendidikan adalah alat untuk melawan kemiskinan dan penindasan. Ia juga jembatan lapang untuk menuju rahmat Tuhan dan kebahagiaan.

Mendidik adalah memimpin,
berkarya adalah bernyawa.

Nyalanesia bekerja sama dengan ribuan guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia untuk bersama-sama membangun jembatan literasi agar setiap anak punya kesempatan untuk mewujudkan mimpi.

Pendidikan adalah alat untuk melawan kemiskinan dan penindasan. Ia juga jembatan lapang untuk menuju rahmat Tuhan dan kebahagiaan.

Mendidik adalah memimpin,
berkarya adalah bernyawa.

Artikel Terkait